Skip to content

PERSOALAN PENGADAAN INFRASTRUKTUR DI DKI JAKARTA

January 10, 2011

Propinsi DKI Jakarta yang merupakan kota metropolitan menjadi  tempat yang menarik baik sebagai tempat usaha atau kerja, maupun tempat tinggal. Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dan terbukanya lapangan usaha menyebabkan pertumbuhan penduduk metropolitan Jakarta meningkat secara berarti dengan konsekuensi semakin kompleksnya permasalahan perkotaan khususnya pada kebutuhan penyediaan sarana dan prasarana untuk memperkuat fungsi internal dan eksternal kota. Permasalahan berkenaan dengan penyediaan srana dan prasarana tersebut adalah:

Kelengkapan Kota

  • Jaringan utilitas kota belum tertata secara optimal.
  • Belum meratanya penerangan umum terutama pada kawasan kumuh dan pinggiran
  • Belum meratanya pelayanan air bersih
  • Belum meratanya pelayanan air limbah
  • Belum optimalnya kuantitas dan kualitas sarana kelengkapan kota

Tata Air

  • Belum terbangunnya sistem makro pengendali banjir
  • Masih belum tertanganinya lokasi genangan air pada waktu musim hujan di berbagai wilayah kota.
  • Terjadinya penyempitan dan pendangkalan sungai
  • Banyaknya pemukiman liar di bantaran kali
  • Kurang memadainya pemeliharan dan pengelolaan sarana pengendali banjir
  • Tidak mampunya sistem drainase di Propinsi DKI Jakarta menyalurkan air ke tempat penampungan/pembuangan
  • Faktor kesadaran/disiplin masyarakat dalam memelihara drainase lingkungan yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya banjir
  • Keterbatasan lahan untuk drainase dan pembebasan lahan yang memerlukan biaya tinggi
  • Hulu daerah aliran sungai berada diluar kendali Pemerintah Propinsi DKI Jakarta
  • Kurangnya pengawasan dan tegasnya penegakan hukum

Perhubungan

  • Kurangnya sarana transportasi umum dan tingginya mobilitas penumpang di Propinsi DKI Jakarta
  • Meningkatnya jumlah penggunaan kendaraan pribadi
  • Meningkatnya jumlah lokasi rawan kemacetan.
  • Meningkatnya jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
  • Tidak seimbangnya laju pertumbuhan kendaraan dengan ruas jalan.
  • Sulit dan mahalnya pembebasan lahan untuk jalan.
  • Masih minimnya transportasi laut di Kepulauan Seribu
  • Disiplin pengguna jalan masih rendah
  • Kurangnya keamanan pengguna angkutan umum
  • Belum optimalnya koordinasi antar instansi terkait

Perumahan dan Permukiman

  • Meningkatnya kebutuhan perumahan terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah
  • Sulit dan mahalnya pembebasan lahan untuk pembangunan rumah susun
  • Kurangnya fasilitas pendukung kawasan permukiman padat dan lingkungan rumah susun
  • Rendahnya kesadaran penghuni rumah susun sederhana dalam memenuhi kewajibannya
  • Rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat, sehingga banyak masyarakat miskin tinggal di lokasi permukiman kumuh.
  • Belum optimalnya penataan permukiman di pulau yang padat penduduknya.
  • Rendahnya tingkat penegakan hukum dalam mengatasi permasalahan munculnya permukiman kumuh di daerah aliran sungai (DAS)
  • Pemerintah kurang siap dalam mengantisipasi kecepatan pertumbuhan fisik lingkungan kumuh dan penataan permukiman kumuh

Tata Ruang

  • Belum memadainya instrumen implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah 2010
  • Belum memadainya pemahaman masyarakat terhadap penataan ruang
  • Kurangnya partisipasi masyarakat dalam penataan ruang
  • Kurangnya sosialisasi penggunaan ruang kota
  • Banyaknya kawasan kumuh yang belum tertata
  • Belum terpadunya penataan ruang dengan pengelolaan lingkungan hidup
  • Terbatasnya ruang usaha bagi sektor informal
  • Belum optimalnya pelayanan masyarakat serta pengawasan dan penertiban bangunan

Tata Bangunan

  • Belum memadainya instrumen pendukung mekanisme penataan bangunan dan gedung pemda
  • Belum mencukupinya sarana bangunan dan gedung Pemda.

 

Untuk menangani persoalan-persoalan di atas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyusun strategi yang digagas dalam Renstrada 2002-2007. Berdasarkan Renstrada Provinsi Jakarta 2002-2007 Bidang Sarana dan Prasarana Kota, strategi-strategi tersebut meliputi:

  1. Kelengkapan Kota

Strategi: Meningkatkan fasilitas penerangan jalan dan jaringan utilitas (listirik, telekominikasi, gas dan air) terutama di daerah padat permukiman dan tempat umum. Meningkatkan jumlah RTH pertamanan sebagai sarana interaksi masyarakat dan mendukung keindahan kota. Meningkatkan pelayanan air limbah dan air bersih kepada masyarakat dan dunia usaha.

  1. Tata Air

Strategi: Melanjutkan kerjasama dengan masyarakat dan istalasi terkait dalam menanngulangi banjir. Mengoptimalisasi saluran drainase yang ada serta memperbanyak situ atau waduk untuk menampung air hujan atau air kiriman dari daerah lain dan meningkatkan pangawasan serta ketertiban di bantaran kali. Melaksanakan pelebaran sungai dan pengerukan kali serta terus melaksanakan pembangunan Kanal Timur dengan pendekatan pada Pemerintah Pusat.

  1. Perhubungan

Strategi: Mengoptimalkan ruas jalan dan jembatan yang ada termasuk fasilitas pejalan kaki (pedestrian, halte, zebra cross, jembatan penyebrangan orang). Memperbaiki kualitas pelayanan dan pengembangan angkutan umum. Koordinasi dengan daerah-daerah perbatasan.

  1. Perumahan dan Permukiman

Strategi: Mengoptimalkan pembangunan rusun sederhana, menata permukiman padat serta mengantisipasi pertumbuhan fisik lingkungan kumuh dan permukiman di sekitar bantaran sungai.

  1. Tata Ruang

Strategi: Meningkatkan dan melengkapi instrumen penataan runag. Meningkatkan kerjasama penataan ruang antara daerah dengan kabupaten dan kota-kota se-Bodetabek. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang dan melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang secara konsisten dan berkelanjutan.

  1. Tata Bangunan

Strategi: Menyusun master plan penataan gedung Pemda dan melaksanakan peningkatan pembangunan sarana gedung Pemda. Mengoptimalkan aset-aset yang ada efesien dan efektif. Meningkatkan koordinasi lintas sektor unit terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan para pelaku jasa konstruksi.

 

Namun, hingga saat ini beberapa strategi yang diharapkan dapat mengatasi berbagai persoalan di atas belum sepenuhnya memerikan solusi yang efektif. Maka dari itu, beberapa rekomendasi yang ditawarkan dalam mengadapi persoalan teknis di atas adalah:

  1. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hendaknya tidak hanya membuat berbagai macam strategi saja, tapi perlu juga menetapkan prioritas dari berbagai strategi yang dibuat agar pembangunan infrastruktur tersebut benar-benar efektif.
  2. Sehubungan dengan telah disusunnya berbagai strategi dalam Renstrada tersebut, maka pemerintah yang terkait juga harus memperhatikan dari segi pembiayaan, karena pembiayaan sangat erat dengan berjalannya suatu kegiatan pembangunan (mempertimbangkan dari segi manajemen finansial).
  3. Pemberdayaan masyarakat juga perlu ditingkatkan, yakni dalam upaya untuk senantiasa berpartisipasi dengan ikut memelihara berbagai sarana dan prasarana kota.
  4. Dalam hal pengadaan infrastruktur hendaknya pembangunan berlandaskan pada tujuan untuk melayani kebutuhan semua lapisan masyarakat sehingga tercipta pemerataan kesejahteraan.
  5. Mengantisipasi berbagai kendala yang menjadi penghambat dalam proses pengadaan infrastruktur, antara lain rendahnya investasi publik, lemahnya kemitraan pemerintah dengan swasta, minimnya investasi swasta, sulitnya pembebasan lahan, kapasitas SDM dan kelembagaan yang masih lemah serta tata kelola pemerintah yang buruk.
  6. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hendaknya menerapkan prinsip manajemen infrastruktur yang terdiri dari manajemen operasional dan manajemen pemeliharaan. Di dalam manajemen operasional terdapat tiga elemen sistem manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian/koordinasi, dan pengendalian. Sedangkan, pada manajemen pemeliharaan dikenal dengan istilah 3R yaitu Repaire-Replacement-Rehabilitation.
  7. Konsep pemeliharaan dan operasi tidak berdiri sendiri, dan lebih dikenal dengan istilah O&M (operation and maintenance). Operasi dan pemeliharaan harus dikoordinasikan, pemeliharaan hanya merupakan pendukung dari operasi akan tetapi jika pemeliharaan tidak baik maka pengoperasian akan gagal atau kurang berhasil.

AWAL 2011 APBD SURABAYA 2011 BELUM DISAHKAN

January 10, 2011

AWAL 2011 APBD SURABAYA 2011 BELUM DISAHKAN

Hingga tahun 2010 berakhir, Surabaya belum memiliki APBD 2011. DPRD Surabaya menyalahkan Pemerintah Kota Surabaya yang dinilai tidak cakap dalam menyiapkan rancangan APBD. Ketua DPRD Surabaya Whisnu Wardhana mengatakan Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) baru dikirim pada Kamis (30/12) sekitar pukul 17.00. Karena itu, tahun ini dipastikan berlalu tanpa pengesahan APBD 2011.

Hal di atas tentu saja berdampak pada pengelolaan keuangan daerah pada tahun angggaran 2011, yaitu dipastikan Pemkot Surabaya tidak bisa menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baru sebab sampai akhir 2010, syarat pengesahan RAPBD belum dilakukan Pemkot Surabaya.

Dalam RAPBD 2011, kekuatan anggaran untuk pos pembangunan mencapai total Rp4,894 triliun. Jumlah itu meningkat Rp600 miliar dibandingkan APBD Surabaya 2010 sekitar Rp4,2 triliun. Sesuai rancangan KUA, nantinya RAPBD sebesar Rp4,894 triliun itu akan terbagi dalam belanja tidak langsung sebesar Rp1,926 triliun dan belanja langsung Rp2,968 triliun. Dana itu didapat dari pendapat asli daerah (PAD) sebesar Rp2 triliun, dana perimbangan Rp1 triliun, dan pendapatan lain-lain yang sah mencapai Rp1,894 miliar.

Ketua DPRD Surabaya Whisnu Wardhana mengatakan, sampai Kamis (30/12)  sore tidak ada penyerahan ulang rancangan Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS). “Sejak KUA-PPAS dikembalikan untuk kedua kalinya ke Pemkot, sampai sekarang belum diserahkan lagi,” ujarnya. Sebelumnya, dua kali DPRD Surabaya mengembalikan rancangan KUA-PPAS dan sekali mengembalikan rancangan APBD. Rancangan KUA-PPAS pertama kali dikembalikan karena dasar hukumnya tidak jelas. Menurut Whisnu, rancangan KUA-PPAS dinilai bermasalah dari segi alokasi anggaran. DPRD menilai KUA-PPAS tidak memihak warga miskin. Akibatnya, DPRD mengembalikan lagi rancangan KUA-PPAS ke pemkot. Sementara itu, HENDRO Gunawan (Kepala Bappeko Surabaya) mengatakan bahwa salah satu hal yang menyebabkan molornya pengesahan RAPBD 2011 dikarenakan ada perbedaan persepsi tentang KUA-PPAS antara Pemkot dan DPRD. Pemkot beranggapan pembahasan KUA-PPAS tidak perlu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), tapi cukup menggunakan rancangan kerja perangkat daerah (RKPD) 2011. Sementara dewan menganggap RPJMD tetap diperlukan.

secara diagramatis mengenai mekanisme penyusunan ABPD dapat dilihat pda bagan di bawah ini :

Menanggapi tentang perbedaan konflik antara Pemkot dengan DPRD perihal pembahasan KUA-PPAS tersebut perlu meninjau ulang tentang mekanisme dalam penyusunan APBD. Mekanisme dalam penyusunan APBD tersebut adalah RPJMD merupakan arahan kebijakan umum pemerintah daerah yang dibuat dengan berpedoman pada RPJMN. RPJMD tersebut  digunakan untuk membuat rencana strategis SKPD (Renstra SKPD) yang berupa memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif. Renja-SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.  Renja SKPD kemudian menghasilkan RKPD yang merupakan penjabaran dari RPJM dari RKPD tersebut kemudian terbentuklah kebijakan umum APBD (KUA) dan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) yang dibahas bersama oleh DPRD, pemerintah daerah dan LSM dalam musrenbang. Dan dari musrenbang tersebut dihasilkan nota kesepakan pimpinan DPRD dengan KDH. Kemudian dengan adanya nota kesepakatan tersebut dapat dirumuskan pedoman penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja pemerintah daerah (RKA-SKPD), dimana dalam pembuatan RKA-SKPD juga mengacu pada Renja SKPD. Sebelum RKA- SKPD tersebut disahkan menjadi RAPBD dan kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas secara bersama dengan Pemerintah Daerah, terlebih dahulu Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) melakukan konsultasi dengan Walikota. Apabila rancangan APBD telah dikonsultasikan dengan walikota dan dianggap perlu untuk dilakukan penyempurnaan,maka TAPD berkewajiban menyempurnakan rancangan tersebut. Rancangan APBD kemudian disampaikan kepada DPRD (Panitia Anggaran Legislatif) untuk dilakukan pembahasan yang terlebih dahulu dilakukan penyerahan secara resmi melalui sidang paripurna DPRD.

Dari mekanisme penyusunan APBD di atas jelas terlihat bahwa dalam menyusun APBD terdapat tahap dimana RPJMD dan RKPD merupakan urutan yang patut dipertimbangkan dalam merumuskan KUA-PPAS, tahapan tersebut yaitu dari Renja SKPD kemudian menghasilkan RKPD yang merupakan penjabaran dari RPJMD. Dari RKPD tersebut kemudian terbentuklah kebijakan umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang dibahas bersama oleh DPRD,pemerintah dan LSM dalam musrenbag.

Untuk menangani persoalan pembiayaan pembangunan tahun ini, maka sesuai ketentuan, selama RAPBD baru belum disahkan maka pelaksanaan pembangunan Surabaya bisa menggunakan maksimal 1/12 dari APBD 2010. Dampak keterlambatan itu dipastikan berimbas pada masyarakat. Program-program yang akan didanai APBD akan terlambat dimulai, misalnya saja puluhan tenaga kerja yang telah diterima bekerja honor di RS Bakti Dharma Husada (BDH) Surabaya Barat belum bisa dibayar dikarenakan tidak adanya dana untuk menggaji. Mengingat rumah sakit milik Pemkot Surabaya menggantungkan sumber dana dari APBD 2011, yang sekarang belum disahkan oleh dewan. Selain itu, Pemkot Surabayapun tidak bisa melakukan proyek-proyek besar sesuai rencana. Hanya proyek skala kecil yang benar-benar dirasakan perlu segera dilakukan yang dikerjakan lebih dahulu.

Hello world!

December 29, 2010

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!